Merajut dan mengembangkan cara berpikir serta wawasan keIndonesiaan yang UTUH, BHINEKA serta PLURAL bersama Harian KOMPAS menuju era global bersemangatkan PANCASILA.
Tukan
Jumat, 01 April 2016
Rabu, 30 Maret 2016
Melihat sistem pengeloalaan air bersih di kampung Besei Desa Lamatuka..
Profil tank untuk setiap dua rumah. |
Bak penampung air di pinggir kampung.yang dipompa oleh hidran ditampung di sini, sebelum dibagikan ke rumah-rumah. |
Lokasi sumber air, sekarang sudah ditata untuk mengalirkan
air ke bak tampung sebelum ke sistem hidran
|
bak penampung dari sumber air. |
Sabtu, 13 Februari 2016
Masa Puasa dan Sekolah Diri
PUASA DAN SEKOLAH DIRI
Gereja menyediakan waktu secara khusus dalam waktu panjang Lingkaran
Tahun Gereja , bagi umat untuk menyempatkan diri, melakukan refleksi atas semua tugas perutusan
yang diemban , melalui peristiwa yang
disebut Masa Puasa. Masa puasa bagi umat Katolik selalu diawali dengan perayaan
Misa khusus ialah Misa Hari Rabu Abu, dimana pada hari tersebut setiap umat datang ke
Gereja untuk mengikuti upacara misa, juga akan menerima “ abu “
yang ditandai pada setiap dahi umat, sebagai simbol penyesalan diri, dan
kefanaan seorang anak manusia. Mengingatkan bahwa ia berasal dari abu dan akan kembali menjadi abu setelah kamatianya.
Menjalani peristiwa puasa bagi
umat Katolik, maka seorang umat katolik akan menjalani beberapa larangan
sesuai hukum gereja, yakni melakukan
puasa pada hari Jumad Agung dan Hari Rabu Abu, disamping itu, mengurangi makan
dan atau berusaha memutus sementara atau bahkan seterusnya ketergantungan tubuhnya
atas beberapa hal yang selama ini mengikat dirinya. Misal dalam
keseharian seseorang memiliki ketergantungan terhadap kebiasaan mengisap rokok,
maka selama masa puasa orang tersebut disarankan agar berusaha mengurangi kebiasaan merokok, yang wujudnya berupa, jika selama hari – hari biasa
seseorang biasanya menghabiskan 3 bungkus rokok dalam sehari , maka selama
masa puasa , dalam sehari, cukup menghabiskan 1 bungkus rokok. Jika pada
hari-hari biasa ada kebiasaan untuk memfitnah orang, maka pada masa puasa
hendaknya sikap itu dikurangi bahkan berusaha dihilangkan.
Jika dilihat, maka melakukan puasa
bagi seorang Katolik, lebih ringan. Mengapa? Bagi orang Katolik, puasa adalah sebuah kesempatan untuk berefleksi,
melihat diri dengan segala kehadirannya dalam
tugas perutusannya di hari kemarin ,lalu mensejajarkan dengan pesan-pesan moral hidup
seorang katolik, sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus. Harapan dari refleksi tersebut adalah sebuah
bentuk perubahan diri untuk menjadi lebih baik, dan atau lebih baik dari
baik. Dengan kata lain maka, esensi dari
puasa itu adalah sebuah sekolah diri, sebuah belajar tentang diri untuk
bagaimana berubah ke arah hidup yang
lebih baik sesuai ajaran Tuhan Yesus.
Merefleksi diri atau bercermin
pada diri sendiri adalah sebuah hal yang sungguh sangat sulit dilakukan, karena
disana kita berusaha menelanjangkan sikap diri agar dapat melihat lebih jauh dan
menemukan seberapa hitam dan putih sikap hidup itu. Dalam suasana yang penuh
kesibukkan dan ketergantungan pada hal-hal duniawi kita seakan menemukan betapa
sulit untuk belajar tentang diri
sendiri, karena lebih mengandalkan akan kekuatan manusiawi belaka.
Dalam masa puasa, seorang katolik
di ajak untuk menarik diri, mengambil jarak terhadap segala bentuk
ketergantungan diri pada hal-hal duniawi, yang membuat hidup ini seakan sudah
segalanya, lalu menciptakan kegelapan hidup dalam kacamata rohani. Dalam
kegelapan rohani itu manusia seakan merasa bahwa capaian hidup itu adalah
karena kekuatan diri, manusia lupa bahwa kekuatan yang memberhasilkan hidupnya
itu adalah berkat kehadiran Allah yang menitipkan kekuatan-Nya pada dirinya. Sambil menarik diri dari segala
ketergantungan, konsekuensinya adalah menciptakan lubang kosong hidup yang
perlu diisi.
Dalam masa puasa kita diberi cara
dan jalan, berupa refleksi dan doa, agar kita dapat dengan mudah menjalani retret agung itu. Melalui refleksi dan doa, kita seakan diajak untuk membenamkan diri dalam
kepasrahan agar Allah mau hadir memberi terang Roh Kudus untuk memampuhkan kita
melihat, menemukan sisi –sisi gelap hidup yang selama ini tidak kita temukan
sendiri. Kepasrahan total akan kehadiran Allah artinya membiarkan hidup ini di
atur oleh Allah, seperti kata Santu paulus: “ Ia telah melepaskan kita dari
kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih” (
Kol 1 : 13 ). Dalam suasana yang demikian hidup anak manusia yang diposisikan
dalam dua kutub, seakan menjadi sangat dekat walau jauh. Allah
itu jauh tapi sungguh dekat, membuat hidup itu begitu kaya, penuh syukur.
Masa puasa memberi kita sebuah masa belajar, dimana
manusia berproses untuk hidup dalam
semangat doa, yang mana dalam semangat doa tersebut , manusia belajar untuk
tidak secara meluluh memusatkan perhatian
pada diri sendiri, melainkan juga
belajar menyadari kehadiran Allah dalam keseluruhan dirinya. Karena Allah bukan
hanya menciptakan kita, lalu meninggalkan kita , melainkan menjadi Bapa kita yang penuh kasih
menemani dan menjaga kita dengan penuh cinta. Doa menjadi
media menemukan jalan kembali ke
pusat diri kita secara utuh dan selaras, agar kita sanggup hidup dalam
kedalaman hidup diri kita, menerima
hidup secara utuh penuh syukur walau apapun, dan membuat kita lebih jujur terhadap hidup.
Lebih jujur menerima hidup artinya
menerima hidup ini sebagai sebuah anugerah besar. Sebagai sebuah anugerah, maka
apapun perolehan rejeki hidup dalam keseharian adalah atas kehendak Allah. Bahwa hari ini belum berhasil dalam masalah,
besok atau lusa Allah akan
memberhasilkan untuk mengatasi masalah. Atau bahwa hari ini belum mendapat lagi
uang sebagai tambahan menyambung hidup keluarga dan anak-anak, hal itu patut
menjadi sebuah syukur. Artinya Allah masih mengijinkan kita mengalami apa yang
dialami oleh orang lain yang belum memiliki uang banyak atau belum beruntung. Ketika kita hanya mampuh
untuk membeli sebuah sepeda motor, hal itu patut disyukuri, karena syukur kita
masih dijinkan memiliki sebuah sepeda motor.
Teringat pada cerita seorang
pengojek sepeda motor, saat mengantar
dari pelabuhan Tenau Kupang menuju Lapangan Udara Eltari Kupang untuk
melanjutkan perjalanan pulang ke Jawa, di atas kendaraan motor ia bercerita, bahwa
suatu hari ia hanya mendapat sedikit rejeki jika dibanding dengan hari-hari yang lain. Saat hendak
pulang ke rumah, dalam benak ada bayangan
perasaan yang kurang baik terhadap istri, lantaran seharian hanya mendapat sedikit uang , sementara kebutuhan hidup sehari
bersama istri dan anak jika dihitung tidak akan menutupi. Setiba di rumah,
ketika menyodorkan hasil mengojek tersebut, sambil menyampaikan
kekecewaannya, di luar dugaan apa yang dikatakan istrinya, ya pak syukur masih
mendapat rejeki walau hanya sedikit, toh besok lusa pasti di beri lebih oleh
Tuhan. Sebuah ungkapan pengalaman hidup bagaimana itu bentuk jujur atas hidup.
Jujur terhadap hidup juga berarti, tidak membiarkan hidup kita berada
dalam permainan psikologis, kekosongan diri yang bisa hadir dengan
berbagai bentuk kompensasi, seperti suka merasa kekurangan, suka mengolok
– olok orang lain, suka memfitnah orang lain, suka membenarkan diri sendiri,
dan memposisikan orang lain selalu pada posisi yang tidak benar. Ketika ada
orang lain atau tetangga atau teman sekantor mempunyai kelebihan, maka mulai
memunculkan opini- opini negatip, atau berusaha menjadi pencuri dalam masalah
hidup orang lain, artinya memanfaatkan masalah hidup orang , dengan menjadi hakim tanpa surat tugas, serta
semua litani bentuk sikap negatip hidup yang lain yang membuat hidup diri kita tidak berahmat, dan berujung pada menjauhkan orang lain dari rahmat Tuhan.
Harapan pada ujung masa puasa ini adalah benar-benar ada perubahan diri, sebagai hasil dari sebuah proses belajar, dengan indikator pada pengurangan terhadap sikap-sikap negatip dari hidup kita, entah banyak atau sedikit. Semoga masa puasa benar-benar menjadi momen belajar menerima diri secara utuh, serta momen belajar untuk memposisikan diri selalu pada pihak yang lemah dan teraniaya, serta lebih bersyukur atas hidup. Amin. Semoga masa puasa menjadikan kita semakin jujur terhadap hidup, agar hidup kita senantiasa menjadi rahmat bagi orang lain amin.
Harapan pada ujung masa puasa ini adalah benar-benar ada perubahan diri, sebagai hasil dari sebuah proses belajar, dengan indikator pada pengurangan terhadap sikap-sikap negatip dari hidup kita, entah banyak atau sedikit. Semoga masa puasa benar-benar menjadi momen belajar menerima diri secara utuh, serta momen belajar untuk memposisikan diri selalu pada pihak yang lemah dan teraniaya, serta lebih bersyukur atas hidup. Amin. Semoga masa puasa menjadikan kita semakin jujur terhadap hidup, agar hidup kita senantiasa menjadi rahmat bagi orang lain amin.
Sabtu, 30 Januari 2016
Berburu, Masa Kecil, di Desa , Lamatuka, Lembata, Flores NTT, menyinggahi Kupang (Part 2)
Model alat music Sasando, ikon Kota Kupang |
Berburu Masa Kecil 2
Dalam edisi awal
sekedar saya hanya ingin menggambarkan bahwa, setiap manusia entah status apapun pasti memiliki
keinginan untuk menikmati saat –saat jedah dari rangkaian kesibukkan rutinitas
pekerjaan. Seperti hal nya banyak orang, maka itu juga yang saya alami. Rutinitas
pelayanan pendampingan belajar anak didik, entah pada jam kedinasan maupun diluar jam kedinasan, membuat rasa jenuh sering muncul. Belum lagi
kerinduan akan Lewotanah (tanah
tumpah darah dalam bahasa Lamaholot, sebuah bahasa yang biasa digunakan oleh
masyarakat penghuni pulau-pulau kecil , daerah paling timur ujung pulau Flores) lantaran sudah
sekian lama menumpuk bergunung-gunung dalam kurun waktu selama 10 tahun.
Kejenuhan, rindu kampong halaman, belum lagi dalam batin selalu muncul rasa bersalah karena sebagai anak, tidak dapat hadir di samping Ibu tercinta saat beliau mengalami sakit maupun saat terakhir meninggal. Bagaimana tidak. Tempat mengais rejeki, menggeluti pekerjaan sebagai seorang pendidik berada di Jawa, khususnya Jawa Timur, tepatnya di Kota Blitar, tentu tidak mudah memungkinkan secara mendadak harus berada di rumah, NTT, Flores, Lembata.
Kejenuhan, rindu kampong halaman, belum lagi dalam batin selalu muncul rasa bersalah karena sebagai anak, tidak dapat hadir di samping Ibu tercinta saat beliau mengalami sakit maupun saat terakhir meninggal. Bagaimana tidak. Tempat mengais rejeki, menggeluti pekerjaan sebagai seorang pendidik berada di Jawa, khususnya Jawa Timur, tepatnya di Kota Blitar, tentu tidak mudah memungkinkan secara mendadak harus berada di rumah, NTT, Flores, Lembata.
Peta Pulau Lembata, NTT |
Bagaimanapun juga, sebagai orang Flores, dan tentu juga siapa saja, mengambil kesempatan
untuk datang berdoa, sambil membakar lilin
di atas pusara Orangtua adalah sebuah kewajiban bakti sebagai seorang anak sebagai wujud ungkapan rasa cinta dan
terimakasih.
Pusara Ayah dan Ibu di Kampung Tanahtereket |
Syukur niat akan
hal tersebut ternyata mendapat berkat
Tuhan, dan dijinkan mengisi libur Natal tahun 2015 di kampung halaman
Lamatuka, Lembata, Flores, NTT.
Persiapan akan
berbagai hal tidak terlalu merepotkan ,lantaran dalam rencana, sendirian harus
mengambil cuti, dengan tujuan utama, nyekar
makam kedua orangtua, dan agar dapat lebih leluasa memburu paling tidak semua jejak-jejak masa
kecil itu dikampung halaman.
Persiapan yang
paling utama adalah mengkonfirmasi jadwal antara penerbangan pesawat rute
Kota Surabaya menuju kota Kupang NTT, dan jadwal kapal laut yang akan menyambung perjalanan melalaui laut dari Kota
Kupang menuju kampung halaman Lembata, Flores.
Mengapa? Hal
tersebut menjadi sangat penting jika tidak menghendaki jadwal perjalanan menjadi berubah, mengingat jadwal perjalanan laut
antara kota Kupang menuju Lembata, Flores sering kali menjadi tidak menentu akibat
perubahan cuaca laut ekstrim yang bisa datang tiba-tiba. Hal ini agar menghindari
kecelakaan laut yang tidak diinginkan, mengingat perjalanan laut antara kota Kupang menuju
Flores Lembata memakan waktu yang cukup lama yakni sekitar 18 jam jikalau
menggunakan jasa kapal penyeberangan KM.Fery.
Lagi-lagi berkat
Tuhan datang, usaha mengontak mereka yang dulu menjadi
anak didik ketika masih mengajar di
Flores, dan juga family, tentang konfirmasi jadwal
perjalanan kapal, mendapat berita kepastian, tentang jadwal pelayaran
kapal PELNI, KM SIGUNTANG menyinggahi kota Kupang dan melanjutkan pelayaran
menuju Pulau Lembata, tempat kampong
halaman. Akhirnya jadwal perjalanan mulai
tersusun, dengan fokus utama jadwal penerbangan rute kota Surabaya menuju kota
Kupang NTT, mulai disusun, dan juga memperhatikan dengan jadwal pendidikan di
sekolah tempat mengabdi sebagai
pendidik, agar kesempatan mengambil libur di kampung halaman tidak memberi
kerugian bagi anak didik.
KM. Siguntang siap melayani rute Kupang-Lembata |
Pesawat Udara City Linck melayani rute Surabaya - Kota Kupang NTT |
Jumat, 22 Januari 2016
Berburu Masa Kecil di Desa Lamatuka, Lembata, Flores, NTT. (Part 1)
Berburu Masa Kecil di Desa Lamatuka Flores Lembata NTT
Masa liburan merupakan momen
istimewa yang selalu dinantikan oleh siapapun,terutama bagi mereka yang setiap
hari bergelut dengan segala permasalahan serta tantangan dunia profesi serta
karier.Bahkan bukan hanya mereka ,nota bene keseharian hidup mereka berdasi,
melainkan sudah merupakan momen
Kebutuhan masyarakat umum di
zaman modern ini.Keberhasilan perkembangan teknologi informasi, laju yang tidak
terbendung,ternyata membonceng juga kecepatan perubahan dalam berbagai segi hidup masyarakat.Sementara kemampuan dan
karakter masyarakat dalam menanggapi kecepatan perubahan beraneka
ragam,konsekuensinya dapat saja terjadi situasi fustrasi social. Masyarakat
cendrung emosional dan bermain hakim sendiri, pola-pola anomali keharusan hidup
bermasyarakat muncul tidak terduga. Kejahatan anak usia sekolah baik sebagai
subyek maupun obyek terjadi dimana-mana. Tentu kita tidak heran,karena sudah
menjadi buah pembangunan itu sendiri.
Kata kunci, manusia membutuhkan
ada saat –saat untuk menemukan kembali kesegaran,energy hidup baru, yang dalam
bahasa managemen “ mengasah gergaji “.Hal
ini menjadi benar,karena ketika liburan kita dapat melihat tempat-tempat wisata
penuh, tumpah ruah,dipadati pengunjung. Entah di kota ,entah di desa.Pergerakkan
masyarakat desa menuju kota sekedar menikmati tempat-tempat wisata
kota,sebaliknya pergerakkan masyarakat kota dalam arah sebaliknya lebih memilih menikmati
situasi-situasi alam Desa. Masyarakat kota seakan menunjukkan bahwa mereka telah
jenuh dengan berbagai hirup pikuk kehidupan kota.
Latar gunung api Ileape,foto dari Tobiwolotua,jalan menuju Anginwewa |
Gubuk biasanya dibangun di kebun untuk enjaga tanaman ladang dari gangguan hama binatang babi hutan. |
Alam pantai selatan Desa Lamatuka, Pantai Ruhodo |
Ketika menapak kaki di pedesaan
,kita akan mendapatkan suasana hidup masyarakat yang masih lugu,apa adanya,jauh
dari pengaruh budaya kota,dengan berbagai bentuk kamuflase hidup.Kita seakan
menikmati kelengkapan dunia wisata yang benar-benar alami. Memang ada berbagai hal yang masih menjadi kendala,
seperti infrastruktur jalan sebagai hal utama urat nadi penghubung yang masih
minim,belum lagi,fasilitas komuikasi ,ketersediaan jariingan internet dan
telepon seluler.Tetapi bukankah keterbatasan tersebut juga sebuah suguhan
wisata yang tidak kita kenal dalam hirup pikuk kesibukkan kota? Seperti potret
Desa Lamatuka,desa tempat lahir dan hidup kecilku,sekedar menjadi gambar sebuah
wisata Desa.
Kebiasaan orang
Desa Lamatuka menerima kedatangan tamu dengan menyugukan tuak sejenis alcohol hasil
proses fermentasi legen dari pohon kelapa.Potret keterbatasan hidup di Desaku.
Menyadari pentingnya asset ekonomi
desa itu,maka saat ini sebagian besar desa mulai berbenah termasuk desaku
Lamatuka.Oleh karena itu,jika dibanding dengan saat kecil dulu,maka saat
ini dapat dikatakan di desa Lamatuka semua sudah jauh berubah.Kalau dahulu
jalan menuju ibukota kecamatan Hadakewa yang hampir 18 km jauhnya hanya
ditempuh dengan berjalan kaki,apalagi harus naik turun gunung,maka saat ini
jalan sudah berubah menjadi jalan raya,dimana kendaraan roda empat sudah dapat
masuk ke Desa Lamatuka.Walau masih jauh dari pembenahan lebih lanjut,akses
jalan raya ini sudah mampuh menaikan tingkat dan kecepatan mobilisasi orang
desa saya ke kota, karena hanya dapat ditempuh dalan lama waktu sekitar 20 menit
dengan kendaraan sepeda motor yang di desa di kenal sebagai motor ojek.Satu lama waktu yang sangat cepat
jika dibanding saat kecil dulu, jarak tersebut ditempuh dalam lama waktu 2 atau
3 jam perjalanan kaki.
Jalan dari Dusun Hidalabi tepatnya disebelah bawah
rumah teman Donatus Hidalabi, jalan ini merupakan jalan utama menuju Dusun
Besei, Lebelang, Benalar. Ojek dari ponaan Emanuel Terong siap tempur di atas motor Honda Refo dan
Wing,walau sudah ujur tapi tenaganya jangan dianggap remeh.
Honda memang rajanya adventure gunung.
Bersambung…………ng .Jedahhhhhhh Berburu masa kecil di desa
lamatuka. (Klik Part 2)
Jumat, 11 Desember 2015
masa adventus,sekolah kepekaan rasa sosial hidup
Adventuus memberi kesempatan untuk mengasa kepekaan rasa rohani untuk menyadari bahwa Allah itu sudah datang dan sudah hadir di tengah interaksi pergaulan hidup sosial kita. Mungkin banyak orang merasa bahwa sudah memiliki nilai hdup rohani karena rajin ke gereja,mengikuti doa lingkungan dan aktivitas keagamaan lain itu sudah cukup.Namun kita tidak merasa kalau itu hanyalah bentuk kenyamanan diri sendiri, lalu semakin memupuk rasa ego diri.Hal ini belum lengkap kalau tidak dibarengi dengan aktivitas tanggung-jawab sosial hidup masyarakat kita.
Pagi ini Tuhan Yesus merespon pertanyaan murid-Nya tentang pernyataan ahli taurat mengapa Elia harus datang dahulu? Kata Yesus memang Elia harus datang untuk memulihkan segala sesuatu.Dan Aku berkata kepadamu Elia sudah datang,tetapi orang tidak mengenal dia,dan memperlakukan menurut kehendak mereka.Pesan inii tetap dan terus aktual untuk memamnggil kesadaran sosial kita bahwa Allah itu sudah datang dan hidup di tengah kita.Kehidupan diluar diri kita adalah tidak lain sebagai hidup Allah sendiri,entah dalam bentuk ciptaan apapun terutama manusia sesama kiita. masa advenntuk memberi kesempatan untuk mengasah rasa pekah sosial hidup kita,rasa empati,rasa belarasa,rasa ssenasib dengan hidup orang lain diluar hidup diri kiita.susah orang lain paling tidak juga dirasa sebagai susah diiri kita.disinlah letak intik panggilan kesaksian hidup iiman kita, bahwa di dalam hidup diri orang lain tidak llain adalah hidup diri Allah sendiri.Didalam hidup ciptaan lain,di sana juga hidup Allah,sehingga dengan sendirinya penyadaran ini mengantar kita untuk tidak semena-mena dalam perlakukan kita.Bahasa penulis,kalau orang mencubit kulit kita terasa sakit,maka hendaknya jangan kita mencubit orang lain. Kebenaran perbuatan kita sebagai ukuran kebenaran diri kita.
Semoga masa adventus menjadikan kita semakin pekah terhadap hidup diri orang lain.amin.SELAMAT PAGI SOBAT,selamat menjalani malam miinggu,semoga sebagai cara mengasah gergaji diri untuk pelayanan dalam satu miinggu ke depan.amiin.
Langganan:
Postingan (Atom)