Berburu Masa Kecil di Desa Lamatuka Flores Lembata NTT
Masa liburan merupakan momen
istimewa yang selalu dinantikan oleh siapapun,terutama bagi mereka yang setiap
hari bergelut dengan segala permasalahan serta tantangan dunia profesi serta
karier.Bahkan bukan hanya mereka ,nota bene keseharian hidup mereka berdasi,
melainkan sudah merupakan momen
Kebutuhan masyarakat umum di
zaman modern ini.Keberhasilan perkembangan teknologi informasi, laju yang tidak
terbendung,ternyata membonceng juga kecepatan perubahan dalam berbagai segi hidup masyarakat.Sementara kemampuan dan
karakter masyarakat dalam menanggapi kecepatan perubahan beraneka
ragam,konsekuensinya dapat saja terjadi situasi fustrasi social. Masyarakat
cendrung emosional dan bermain hakim sendiri, pola-pola anomali keharusan hidup
bermasyarakat muncul tidak terduga. Kejahatan anak usia sekolah baik sebagai
subyek maupun obyek terjadi dimana-mana. Tentu kita tidak heran,karena sudah
menjadi buah pembangunan itu sendiri.
Kata kunci, manusia membutuhkan
ada saat –saat untuk menemukan kembali kesegaran,energy hidup baru, yang dalam
bahasa managemen “ mengasah gergaji “.Hal
ini menjadi benar,karena ketika liburan kita dapat melihat tempat-tempat wisata
penuh, tumpah ruah,dipadati pengunjung. Entah di kota ,entah di desa.Pergerakkan
masyarakat desa menuju kota sekedar menikmati tempat-tempat wisata
kota,sebaliknya pergerakkan masyarakat kota dalam arah sebaliknya lebih memilih menikmati
situasi-situasi alam Desa. Masyarakat kota seakan menunjukkan bahwa mereka telah
jenuh dengan berbagai hirup pikuk kehidupan kota.
Latar gunung api Ileape,foto dari Tobiwolotua,jalan menuju Anginwewa |
Gubuk biasanya dibangun di kebun untuk enjaga tanaman ladang dari gangguan hama binatang babi hutan. |
Alam pantai selatan Desa Lamatuka, Pantai Ruhodo |
Ketika menapak kaki di pedesaan
,kita akan mendapatkan suasana hidup masyarakat yang masih lugu,apa adanya,jauh
dari pengaruh budaya kota,dengan berbagai bentuk kamuflase hidup.Kita seakan
menikmati kelengkapan dunia wisata yang benar-benar alami. Memang ada berbagai hal yang masih menjadi kendala,
seperti infrastruktur jalan sebagai hal utama urat nadi penghubung yang masih
minim,belum lagi,fasilitas komuikasi ,ketersediaan jariingan internet dan
telepon seluler.Tetapi bukankah keterbatasan tersebut juga sebuah suguhan
wisata yang tidak kita kenal dalam hirup pikuk kesibukkan kota? Seperti potret
Desa Lamatuka,desa tempat lahir dan hidup kecilku,sekedar menjadi gambar sebuah
wisata Desa.
Kebiasaan orang
Desa Lamatuka menerima kedatangan tamu dengan menyugukan tuak sejenis alcohol hasil
proses fermentasi legen dari pohon kelapa.Potret keterbatasan hidup di Desaku.
Menyadari pentingnya asset ekonomi
desa itu,maka saat ini sebagian besar desa mulai berbenah termasuk desaku
Lamatuka.Oleh karena itu,jika dibanding dengan saat kecil dulu,maka saat
ini dapat dikatakan di desa Lamatuka semua sudah jauh berubah.Kalau dahulu
jalan menuju ibukota kecamatan Hadakewa yang hampir 18 km jauhnya hanya
ditempuh dengan berjalan kaki,apalagi harus naik turun gunung,maka saat ini
jalan sudah berubah menjadi jalan raya,dimana kendaraan roda empat sudah dapat
masuk ke Desa Lamatuka.Walau masih jauh dari pembenahan lebih lanjut,akses
jalan raya ini sudah mampuh menaikan tingkat dan kecepatan mobilisasi orang
desa saya ke kota, karena hanya dapat ditempuh dalan lama waktu sekitar 20 menit
dengan kendaraan sepeda motor yang di desa di kenal sebagai motor ojek.Satu lama waktu yang sangat cepat
jika dibanding saat kecil dulu, jarak tersebut ditempuh dalam lama waktu 2 atau
3 jam perjalanan kaki.
Jalan dari Dusun Hidalabi tepatnya disebelah bawah
rumah teman Donatus Hidalabi, jalan ini merupakan jalan utama menuju Dusun
Besei, Lebelang, Benalar. Ojek dari ponaan Emanuel Terong siap tempur di atas motor Honda Refo dan
Wing,walau sudah ujur tapi tenaganya jangan dianggap remeh.
Honda memang rajanya adventure gunung.
Bersambung…………ng .Jedahhhhhhh Berburu masa kecil di desa
lamatuka. (Klik Part 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar