Sabtu, 30 Januari 2016

Berburu, Masa Kecil, di Desa , Lamatuka, Lembata, Flores NTT, menyinggahi Kupang (Part 2)




Model alat music Sasando, ikon Kota Kupang


Berburu Masa Kecil 2
Dalam edisi awal sekedar saya hanya ingin menggambarkan bahwa, setiap manusia entah status apapun pasti memiliki keinginan untuk menikmati saat –saat jedah dari rangkaian kesibukkan rutinitas pekerjaan. Seperti hal nya banyak orang,  maka itu juga yang saya alami. Rutinitas pelayanan pendampingan belajar anak didik, entah pada jam kedinasan maupun  diluar jam kedinasan, membuat rasa jenuh sering muncul. Belum lagi kerinduan akan Lewotanah (tanah tumpah darah dalam bahasa Lamaholot, sebuah bahasa yang biasa digunakan oleh masyarakat penghuni pulau-pulau kecil , daerah paling timur  ujung pulau Flores) lantaran sudah sekian lama menumpuk bergunung-gunung dalam kurun waktu selama  10 tahun.  
Kejenuhan, rindu kampong halaman,  belum lagi dalam batin selalu muncul rasa bersalah karena sebagai anak, tidak dapat hadir di samping Ibu tercinta saat beliau mengalami sakit maupun saat terakhir meninggal. Bagaimana tidak. Tempat mengais rejeki, menggeluti pekerjaan sebagai seorang pendidik berada di Jawa, khususnya Jawa Timur, tepatnya di Kota Blitar, tentu tidak mudah memungkinkan secara mendadak harus berada di  rumah, NTT,  Flores, Lembata.
Peta Pulau Lembata, NTT
Delapan tahun sejak meninggalnya Ibu tercinta, belum mendapat kesempatan untuk berterimakasih terhadap semua jasa Ibu, walau hanya dengan hadir, duduk bisu di atas nisan Ibu dan Bapak, sambil menikmati sinar cahaya lilin menemani lantunan doa syukur seraya memohon kerahiman Tuhan memberi tempat terindah bagi kedua mereka di surga, lebih menjadi beban yang selalu menghantui.

Bagaimanapun juga, sebagai orang Flores, dan tentu juga siapa saja, mengambil kesempatan untuk datang berdoa,  sambil membakar lilin di atas pusara Orangtua adalah sebuah kewajiban bakti sebagai seorang anak sebagai wujud ungkapan rasa cinta dan terimakasih.

Pusara Ayah dan Ibu di Kampung Tanahtereket
Syukur niat akan hal tersebut  ternyata mendapat berkat Tuhan, dan dijinkan mengisi libur Natal tahun 2015 di kampung halaman Lamatuka, Lembata, Flores,  NTT.
 
Persiapan akan berbagai hal tidak terlalu merepotkan ,lantaran dalam rencana, sendirian harus mengambil cuti,  dengan tujuan utama, nyekar makam kedua orangtua, dan  agar dapat lebih leluasa memburu paling tidak semua jejak-jejak masa kecil itu dikampung halaman.
Persiapan yang paling utama adalah mengkonfirmasi jadwal antara penerbangan pesawat rute Kota Surabaya menuju kota Kupang NTT, dan jadwal kapal laut yang akan menyambung perjalanan melalaui laut dari Kota Kupang menuju kampung halaman Lembata, Flores.

Mengapa? Hal tersebut menjadi sangat penting jika tidak menghendaki jadwal  perjalanan menjadi berubah, mengingat  jadwal perjalanan laut antara kota Kupang menuju Lembata, Flores sering kali menjadi tidak menentu akibat perubahan cuaca laut ekstrim yang bisa datang tiba-tiba. Hal ini agar  menghindari kecelakaan laut yang tidak diinginkan, mengingat  perjalanan laut antara kota Kupang menuju Flores Lembata memakan waktu yang cukup lama yakni sekitar 18 jam jikalau menggunakan jasa kapal penyeberangan KM.Fery.

Lagi-lagi berkat Tuhan datang, usaha mengontak mereka yang dulu menjadi  anak didik  ketika masih mengajar di Flores, dan juga family, tentang konfirmasi jadwal perjalanan kapal, mendapat berita kepastian, tentang  jadwal pelayaran kapal PELNI, KM SIGUNTANG menyinggahi kota Kupang dan melanjutkan pelayaran menuju  Pulau Lembata, tempat kampong halaman. Akhirnya jadwal perjalanan mulai tersusun, dengan fokus utama jadwal penerbangan rute kota Surabaya menuju kota Kupang NTT, mulai disusun, dan juga memperhatikan dengan jadwal pendidikan di sekolah tempat mengabdi sebagai pendidik,  agar kesempatan mengambil libur di kampung halaman tidak memberi kerugian bagi anak didik.
KM. Siguntang siap melayani rute Kupang-Lembata
Pesawat Udara City Linck melayani rute Surabaya - Kota Kupang NTT

Jumat, 22 Januari 2016

Berburu Masa Kecil di Desa Lamatuka, Lembata, Flores, NTT. (Part 1)

Berburu Masa Kecil di Desa Lamatuka Flores Lembata NTT

Masa liburan merupakan momen istimewa yang selalu dinantikan oleh siapapun,terutama bagi mereka yang setiap hari bergelut dengan segala permasalahan serta tantangan dunia profesi serta karier.Bahkan bukan hanya mereka ,nota bene keseharian hidup mereka berdasi, melainkan sudah merupakan momen
Kebutuhan masyarakat umum di zaman modern ini.Keberhasilan perkembangan teknologi informasi, laju yang tidak terbendung,ternyata membonceng juga kecepatan perubahan dalam berbagai  segi hidup masyarakat.Sementara kemampuan dan karakter masyarakat dalam menanggapi kecepatan perubahan beraneka ragam,konsekuensinya dapat saja terjadi situasi fustrasi social. Masyarakat cendrung emosional dan bermain hakim sendiri, pola-pola anomali keharusan hidup bermasyarakat muncul tidak terduga. Kejahatan anak usia sekolah baik sebagai subyek maupun obyek terjadi dimana-mana. Tentu kita tidak heran,karena sudah menjadi buah pembangunan itu sendiri.

Kata kunci, manusia membutuhkan ada saat –saat untuk menemukan kembali kesegaran,energy hidup baru, yang dalam bahasa managemen “  mengasah gergaji “.Hal ini menjadi benar,karena ketika liburan kita dapat melihat tempat-tempat wisata penuh, tumpah ruah,dipadati pengunjung. Entah di kota ,entah di desa.Pergerakkan masyarakat desa menuju kota sekedar menikmati tempat-tempat wisata kota,sebaliknya pergerakkan masyarakat kota dalam  arah sebaliknya lebih memilih menikmati situasi-situasi alam Desa. Masyarakat kota seakan menunjukkan bahwa mereka telah jenuh dengan berbagai hirup pikuk kehidupan kota.

Lokasi Anginwewa daerah diketinggian ± 2000m sebagai pintu masukmenuju wilayah Desa Lamatuka

Latar gunung api Ileape,foto dari Tobiwolotua,jalan menuju Anginwewa
Momen ini  sebetulnya menjadi  sebuah peluang ekonomi yang perlu ditangkap oleh siapa saja,terutama bagi mereka yang memiliki peran dalam pengelolaan sumber daya Desa,dalam hal ini aparat Desa.Berbagai potensi  alam Desa yang begitu sangat kaya ,sebagai pundi-pundi ekonomi ,seakan masih tidur menanti untuk segera disentuh oleh berbagai kebijakan pembangunan,agar perlu segera dimanfaatkan.Ada keindahan alam gunung,pantai beserta lautnya yang masih jernih,belum lagi alam bawah laut yang tentu lebih mempesona.

Gubuk biasanya dibangun di kebun untuk enjaga tanaman ladang dari gangguan hama binatang babi hutan.
Alam pantai selatan Desa Lamatuka, Pantai Ruhodo

Ketika menapak kaki di pedesaan ,kita akan mendapatkan suasana hidup masyarakat yang masih lugu,apa adanya,jauh dari pengaruh budaya kota,dengan berbagai bentuk kamuflase hidup.Kita seakan menikmati kelengkapan dunia wisata yang benar-benar alami. Memang  ada berbagai hal yang masih menjadi kendala, seperti infrastruktur jalan sebagai hal utama urat nadi penghubung yang masih minim,belum lagi,fasilitas komuikasi ,ketersediaan jariingan internet dan telepon seluler.Tetapi bukankah keterbatasan tersebut juga sebuah suguhan wisata yang tidak kita kenal dalam hirup pikuk kesibukkan kota? Seperti potret Desa Lamatuka,desa tempat lahir dan hidup kecilku,sekedar menjadi gambar sebuah wisata Desa.


Bangunan Lumbung, biasanya digunakan menyimpang hasil ladang








 Kebiasaan orang Desa Lamatuka menerima kedatangan tamu dengan menyugukan tuak sejenis alcohol hasil proses fermentasi legen dari pohon kelapa.Potret keterbatasan hidup di Desaku.
Menyadari pentingnya asset ekonomi desa itu,maka saat ini sebagian besar desa mulai berbenah termasuk desaku Lamatuka.Oleh karena itu,jika dibanding dengan saat kecil dulu,maka saat ini dapat dikatakan di desa Lamatuka semua sudah jauh berubah.Kalau dahulu jalan menuju ibukota kecamatan Hadakewa yang hampir 18 km jauhnya hanya ditempuh dengan berjalan kaki,apalagi harus naik turun gunung,maka saat ini jalan sudah berubah menjadi jalan raya,dimana kendaraan roda empat sudah dapat masuk ke Desa Lamatuka.Walau masih jauh dari pembenahan lebih lanjut,akses jalan raya ini sudah mampuh menaikan tingkat dan kecepatan mobilisasi orang desa saya ke kota, karena hanya dapat ditempuh dalan lama waktu sekitar 20 menit dengan kendaraan sepeda motor yang di desa di kenal sebagai  motor ojek.Satu lama waktu yang sangat cepat jika dibanding saat kecil dulu, jarak tersebut ditempuh dalam lama waktu 2 atau 3 jam perjalanan kaki.


Jalan dari Dusun Hidalabi tepatnya disebelah bawah rumah teman Donatus Hidalabi, jalan ini merupakan jalan utama menuju Dusun Besei, Lebelang, Benalar. Ojek dari ponaan Emanuel Terong  siap tempur di atas motor Honda Refo dan Wing,walau sudah ujur tapi tenaganya jangan dianggap remeh.
Honda memang rajanya adventure gunung.
Bersambung…………ng .Jedahhhhhhh Berburu masa kecil di desa lamatuka. (Klik Part 2)