Kamis, 03 Desember 2015

Belajar Bermisi

                                                                            Belajar  BerMisi 

Hari ini Gereja secara khusus  memperingati Santo Fransiskus Xaverius. Sosok seorang guru tentang Misi Gereja setelah santu Paulus .
Lahir Sebagai seorang putra bangsawan,pada usia 19 tahun mulai memasuki Universitas di Paris mendalami tentang seni.Saat melanjutkan pada studi teologi Ia berteman dengan Ignatius Loyola, yang kemudian bersama-sama mendirikan Serikat Yesus pada Tahun 1534 yang sampai sekarang kita mengenal Ordo Serikat Yesus ( SJ ).
Membaca tentang riwayat masa hidupnya di sana kita menemukan bahwa hampir  sebagian besar hidupnya didedikasikan bagi karya pelayanan misi di daerah –daerah terpencil.
Berawal dari Memenuhi harapan raja Yohanes ke II dari Portugis,yang menginginkan agar para misionaris yesuit berkarya di Hindia Portugis,maka pada tanggal 7 April 1541 bersama dengan para Yesuit lainnya serta seorang raja muda Portugis, mereka belayar menuju daerah Hindia Portugis  dengan menyinggahi pertama kali daerah Mozambiq,kemudian Goa,India,Malaka dan juga sempat menyinggahi Amboina pada tanggal 1 Januari 1546,kemudian Maluku , Ternate dan Moro serta daerah sekitarnya.Persinggahannya  di Amboina menjadi catatan lain tentang awal sejarah gerja Katolik Indonesia.Belum puas dengan perjalanan misi tersebut ,dilanjutkan dengan perjalanan ke jepang,serta daerah Tiongkok selatan yang kemudian berakhir karena ia meninggal di sana pada tahun 1552.
Cerita heroic perjalanan misi yang luar biasa tersebut,menjadikan ia dalam kalangan gereja mengenalnya  sebagai Santo yang paling banyak menkristenkan orang.
Pertanyaan mengapa harus mengulas hal tersebut?
 Bagi penulis,Santo Fransiskus xaveriusmenjadi sosok yang sangat penting membelajarkan kita tentang hidup misi gereja. Bahwa kita dapat belajar dari beliau tentang ketaladanan hidup bermisi bagi gereja terutama hidup menggereja di zaman ini.
Pertama. Bahwa dalam kenyamanan fasilitas hidupsebagai anak bangsawan,Santo fransiskus tidak terus tergiur dengan kenyamanan fasilitas kenikmatan duniawi.Ia justru mengambil jalan radikal untuk besusah payah berjuang untuk mengenalkan Yesus Kristus bagi orang lain yang belum mengenal.Semangat yang penuh heroic tersebut tentu timbul karena merasakan bagaimana bahagianya mengenal,dan hidup dekat dengan Allah melalui hidup dan dekat dengan Putra-Nya Yesus Kristus, yang telah dipraktekkan dalam cara hidup membiara Ordo Serikat yesus.
Kedua .Kenyaman hidup duniawi  manusia belumlah lengkap menjadikan diri dan hidup manusia itu bahagia.Justru terdapat sebuah ketidakseimbangan baru dalam hidup diri manusia karena terkungkung dalam focus pemikiran egoisme diri bagaimana memiliki kelengkapan hidup secara duniawi, yang justru semakin merendahkan makna hidup manusia itu sendiri, seperti dikatakan Yesus  “manusia tidak hanya hidup dari roti saja.” Terkandung makna  bahwa kelengkapan hidup serta kebahagiaan manusia itu dapat terjadi apabila,manusia itu dapat keluar dari dirinya dan mau membiarkan dirinya hidup bersama Allah melalui kesediaan hidup dirinya berarti bagi dan bersama dengan orang ain.
Ketiga.kesediaan diri untuk keluar dari zona nyaman diri membiarkan hidup dirinya berarti dan bermakna bagi  dan bersama rang lain sesungguhnya adalah kesediaan diri menjadi pembelajaranhidup  bagi hidup orang lain tentang bagaimana hidup menurut cara hidup Yesus Kristus.
Tidak lain adalah menjadikan diri sebagai kesaksian hidup pribadi yesus Kristus,karena hidup dan kehidupan dirinya bersama pribadi Yesus Kristus telah mengalami i kepenuhan yang siap ditumpahkan bagi hidup orang lain.
Kesaksian hidup diri menjadi model baru karya hidup misi terutama hidup kita kaum awam terbatis, dan menjadikan kita sebuah hokum wajib karena telah menerima rahmat pembaptisan,yang menjadikan kita hidup kita pantas menjadi media hidup Allah.
Di tengah pergaulan hidup masyarakat plural,dan modern sekarang ,tantangan kita adalah bukan pada  apakah kita  mampuh mengubah cara hidup agama setiap orang,tetapi melainkan pada apakah kita mampu melalui cara hidup itu membiarkan hidup orang lain mengalami  bahkan dapat membangkitkan sejumlah pertanyaan mendasar :
Mengapa  mereka demikian ?
Mengapa hidupsecara demikian,
Apa atau siapa yang mengihlami hidup mereka?
Mengapa mereka berada di tengah-tengah kita?

( Pewartaan Injil  Kepada Bangsa-bangsa: dari Marcel Beding, 1981)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar