Jumat, 11 Desember 2015

masa adventus,sekolah kepekaan rasa sosial hidup

Adventuus memberi kesempatan untuk mengasa kepekaan rasa rohani untuk menyadari bahwa Allah itu sudah datang dan sudah hadir di tengah interaksi pergaulan hidup sosial kita. Mungkin banyak orang merasa bahwa sudah memiliki nilai hdup rohani karena rajin ke gereja,mengikuti doa lingkungan dan aktivitas keagamaan lain itu sudah cukup.Namun kita tidak merasa kalau itu hanyalah bentuk kenyamanan diri sendiri, lalu semakin memupuk rasa ego diri.Hal ini belum lengkap kalau tidak dibarengi dengan aktivitas tanggung-jawab sosial hidup masyarakat kita.
Pagi ini Tuhan Yesus merespon pertanyaan murid-Nya tentang pernyataan ahli taurat mengapa Elia harus datang dahulu? Kata Yesus memang Elia harus datang untuk memulihkan segala sesuatu.Dan Aku berkata kepadamu Elia sudah datang,tetapi orang tidak mengenal dia,dan memperlakukan menurut kehendak mereka.Pesan inii tetap dan terus aktual untuk memamnggil kesadaran sosial kita bahwa Allah itu sudah datang dan hidup di tengah kita.Kehidupan diluar diri kita adalah tidak lain sebagai hidup Allah sendiri,entah dalam bentuk ciptaan apapun terutama manusia sesama kiita. masa advenntuk memberi kesempatan untuk mengasah rasa pekah sosial hidup kita,rasa empati,rasa belarasa,rasa ssenasib dengan hidup orang lain diluar hidup diri kiita.susah orang lain paling tidak juga dirasa sebagai susah diiri kita.disinlah letak intik panggilan kesaksian hidup iiman kita, bahwa di dalam hidup diri orang lain tidak llain adalah hidup diri Allah sendiri.Didalam hidup ciptaan lain,di sana juga hidup Allah,sehingga dengan sendirinya penyadaran ini mengantar kita untuk tidak semena-mena dalam perlakukan kita.Bahasa penulis,kalau orang mencubit kulit kita terasa sakit,maka hendaknya jangan kita mencubit orang lain. Kebenaran perbuatan kita sebagai ukuran kebenaran diri kita.
Semoga masa adventus menjadikan kita semakin pekah terhadap hidup diri orang lain.amin.SELAMAT PAGI SOBAT,selamat menjalani malam miinggu,semoga sebagai cara mengasah gergaji diri untuk pelayanan dalam satu miinggu ke depan.amiin.

Kamis, 03 Desember 2015

Belajar Bermisi

                                                                            Belajar  BerMisi 

Hari ini Gereja secara khusus  memperingati Santo Fransiskus Xaverius. Sosok seorang guru tentang Misi Gereja setelah santu Paulus .
Lahir Sebagai seorang putra bangsawan,pada usia 19 tahun mulai memasuki Universitas di Paris mendalami tentang seni.Saat melanjutkan pada studi teologi Ia berteman dengan Ignatius Loyola, yang kemudian bersama-sama mendirikan Serikat Yesus pada Tahun 1534 yang sampai sekarang kita mengenal Ordo Serikat Yesus ( SJ ).
Membaca tentang riwayat masa hidupnya di sana kita menemukan bahwa hampir  sebagian besar hidupnya didedikasikan bagi karya pelayanan misi di daerah –daerah terpencil.
Berawal dari Memenuhi harapan raja Yohanes ke II dari Portugis,yang menginginkan agar para misionaris yesuit berkarya di Hindia Portugis,maka pada tanggal 7 April 1541 bersama dengan para Yesuit lainnya serta seorang raja muda Portugis, mereka belayar menuju daerah Hindia Portugis  dengan menyinggahi pertama kali daerah Mozambiq,kemudian Goa,India,Malaka dan juga sempat menyinggahi Amboina pada tanggal 1 Januari 1546,kemudian Maluku , Ternate dan Moro serta daerah sekitarnya.Persinggahannya  di Amboina menjadi catatan lain tentang awal sejarah gerja Katolik Indonesia.Belum puas dengan perjalanan misi tersebut ,dilanjutkan dengan perjalanan ke jepang,serta daerah Tiongkok selatan yang kemudian berakhir karena ia meninggal di sana pada tahun 1552.
Cerita heroic perjalanan misi yang luar biasa tersebut,menjadikan ia dalam kalangan gereja mengenalnya  sebagai Santo yang paling banyak menkristenkan orang.
Pertanyaan mengapa harus mengulas hal tersebut?
 Bagi penulis,Santo Fransiskus xaveriusmenjadi sosok yang sangat penting membelajarkan kita tentang hidup misi gereja. Bahwa kita dapat belajar dari beliau tentang ketaladanan hidup bermisi bagi gereja terutama hidup menggereja di zaman ini.
Pertama. Bahwa dalam kenyamanan fasilitas hidupsebagai anak bangsawan,Santo fransiskus tidak terus tergiur dengan kenyamanan fasilitas kenikmatan duniawi.Ia justru mengambil jalan radikal untuk besusah payah berjuang untuk mengenalkan Yesus Kristus bagi orang lain yang belum mengenal.Semangat yang penuh heroic tersebut tentu timbul karena merasakan bagaimana bahagianya mengenal,dan hidup dekat dengan Allah melalui hidup dan dekat dengan Putra-Nya Yesus Kristus, yang telah dipraktekkan dalam cara hidup membiara Ordo Serikat yesus.
Kedua .Kenyaman hidup duniawi  manusia belumlah lengkap menjadikan diri dan hidup manusia itu bahagia.Justru terdapat sebuah ketidakseimbangan baru dalam hidup diri manusia karena terkungkung dalam focus pemikiran egoisme diri bagaimana memiliki kelengkapan hidup secara duniawi, yang justru semakin merendahkan makna hidup manusia itu sendiri, seperti dikatakan Yesus  “manusia tidak hanya hidup dari roti saja.” Terkandung makna  bahwa kelengkapan hidup serta kebahagiaan manusia itu dapat terjadi apabila,manusia itu dapat keluar dari dirinya dan mau membiarkan dirinya hidup bersama Allah melalui kesediaan hidup dirinya berarti bagi dan bersama dengan orang ain.
Ketiga.kesediaan diri untuk keluar dari zona nyaman diri membiarkan hidup dirinya berarti dan bermakna bagi  dan bersama rang lain sesungguhnya adalah kesediaan diri menjadi pembelajaranhidup  bagi hidup orang lain tentang bagaimana hidup menurut cara hidup Yesus Kristus.
Tidak lain adalah menjadikan diri sebagai kesaksian hidup pribadi yesus Kristus,karena hidup dan kehidupan dirinya bersama pribadi Yesus Kristus telah mengalami i kepenuhan yang siap ditumpahkan bagi hidup orang lain.
Kesaksian hidup diri menjadi model baru karya hidup misi terutama hidup kita kaum awam terbatis, dan menjadikan kita sebuah hokum wajib karena telah menerima rahmat pembaptisan,yang menjadikan kita hidup kita pantas menjadi media hidup Allah.
Di tengah pergaulan hidup masyarakat plural,dan modern sekarang ,tantangan kita adalah bukan pada  apakah kita  mampuh mengubah cara hidup agama setiap orang,tetapi melainkan pada apakah kita mampu melalui cara hidup itu membiarkan hidup orang lain mengalami  bahkan dapat membangkitkan sejumlah pertanyaan mendasar :
Mengapa  mereka demikian ?
Mengapa hidupsecara demikian,
Apa atau siapa yang mengihlami hidup mereka?
Mengapa mereka berada di tengah-tengah kita?

( Pewartaan Injil  Kepada Bangsa-bangsa: dari Marcel Beding, 1981)